Monday 16 April 2012

Selamat dari Kecelakaan Setelah Bersedekah

TAHUN 1989 lalu (bila tak salah ingat) sebuah bus yang mengangkut rombongan murid SMA sebuah sekolah swasta di Medan yang hendak berdarma wisata ke Sibolga, ditabrak kereta api di Perbauangan, Sumatera Utara. Sejumlah siswa meninggal dan beberapa murid lain luka-luka dan sebagian selamat. Tabrakan tersebut menjadi berita utama di surat-surat kabar Medan, kala itu.

Beberapa hari kemudian, Abu Bakar, kawan saya yang mengajar di sekolah itu, mengajak saya menjenguk temannya, seorang guru agama, yang selamat. Guru yang kami kunjungi itu tidak henti-henti mengucapkan syukur karena bisa selamat dari kecelakaan itu. Hampir seluruh penumpang yang duduk di bangku barisan dua dari belakang meninggal dunia.

Guru yang kami datangi itu, tadinya duduk di bangku barisan kedua dari belakang itu. Tapi ketika bus berhenti di Pekan Perbaungan, seorang muridnya minta duduk di sana dan dia pindah ke belakang. Dan ketika bus sampai di perlintasan kereta api, bus tertabrak. Dan murid yang meminta bertukar tempat duduk dengannya meninggal dunia. Malang memang tak dapat ditolak dan mujur tak dapat diraih.

Kejadian itu menjadi perenungan yang mendalam bagi guru yang selamat dari bencana itu. Dia bersyukur karena Tuhan masih menghendaki dia hidup di dunia ini. Namun sebagai guru agama, dia menjadi saksi dari kebenaran sejumlah petunjuk agama bahwa sedekah bisa menyelamat manusia dari bencana seperti kecelakaan lalu lintas. Sebelum berangkat, kata guru itu, dia bersedekah kepada Rp 1.000 (seribu) rupiah.

Soal sedekah bisa menyelamatkan manusia dari bencana memang banyak diyakini  sebagian masyarakat. Mungkin lantaran itulah, kenapa bila supir-supir bus di Aceh atau di Bukittinggi, selalu memberi kesempatan kepada peminta sedekah untuk meminta derma kepada penumpang sebelum bus berangkat.

No comments:

Post a Comment